Seseorang memberiku semangat lagi hari itu. Aku tahu aku pasti bisa kembali, bagaimanapun caranya. Karena jalan seseorang adalah ketika seseorang itu terlalu lama melangkah, tapi dia berhenti sejenak dan menoleh kebelakang, menatap dirinya yang dulu lalu menemukan dirinya yang sesungguhnya.
Aku selalu ingin menjadi penulis. Menulis kisah adalah tempatku pulang. Menulis kisah membuatku menatap hidup lebih sederhana, melihat setiap orang dengan karakter yang berbeda didunia aslinya. Ketika didunia mengatakan mereka kejam, jahat, dan egois, aku bisa membuatnya menjadi kebalikannya. Itu bukan kepalsuan. Ini tentang bagaimana dia bisa berubah menjadi seperti itu. Hal itu mendasari teori bahwa karakter seseorang belum tentu asli dari dirinya. Karena kita adalah kertas putih, kita tidak tahu apa-apa. Orang-orangnya yang membuat sifat seperti itu. Tapi dalam kisahku, aku bisa merubah orang itu menjadi orang yang luar biasa dengan menutupi sifatnya. Aku percaya semua orang memiliki sifat yang baik dalam hatinya.
Hal ini mengingatkanku pada Anne Frank. Aku pernah membaca sebuah buku berjudul Diary of Anne Frank. Kisah bagaimana keganasan manusia pada saudaranya sendiri. Walau keluarga Anne adalah Yahudi/Holocaust, dia hanya seorang anak berumur 9 tahun yang melihat dunia dengan matanya sendiri. Dia dan keluarganya termasuk korban Nazi pada Perang Dunia Ke II.
Salah satu kutipan kusukai dari bukunya adalah "Human greatness does not lie in wealth or power, but in character and goodness. People are just people, and all people have faults and short comings. But all of us are born with a basic goodness." (;Kebesaran manusia bukan terletak pada kekayaan atau kekuasaan, tapi pada karakter dan kebaikan. Orang tetaplan orang, semua orang memiliki kesalahan dan kekurangan, tapi kita semua dilahirkan dengan kebaikan). Bagiku, kata-kata semacam ini keluar dari pikiran seorang korban Nazi adalah kata-kata yang luar biasa, melihat bagaimana manusia-manusia itu memperlakukan mereka bak hewan ternak, menganiaya, menembakkan peluru ditubuh mereka seperti mainan setiap hari, dan dia masih berumur 9 tahun. Mimpinya sederhana, dia hanya ingin menjadi penulis, dia ingin memiliki seorang suami kelak, dia ingin hidup bahagia dengan keluarganya, dia ingin bekerja untuk anak-anaknya kelak. Bagaimana dunia bisa setega ini dengan manusia yang seperti itu?
Aku merasa beruntung menjadi seperti ini. Orang biasa yang hidup didunia yang luar biasa. Aku belajar melihat seseorang. Kurasa dunia ini adalah sekolah paling luar biasa. Kita tidak belajar dengan teori, tapi dengan melihat dan merasakan bagaimana kita hidup. Menemukan orang yang berbeda setiap saat. Aku pernah bertemu seorang laki-laki tukang salon, dia terlihat mengerikan, tato ditubuhnya dan garis wajahnya seperti preman. Tapi sahabatku memperkenalkan dia padaku, dan responku hanya tersenyum. Ketika dia memermak rambutku, laki-laki itu hanya tersenyum sesekali melihatku.
"Kenapa mas?"
"Enggak mbak. Lain kali lebih banyak bersyukur ya." Aku mengerutkan kening. Bagaimana orang ini bicara seperti itu? Aku tetap diam.
"Maaf mbak kalo lancang. Tapi saya bisa melihat." Aku terguncang. Melihat? Melihat bagaimana?
"Maksudnya mas?" Laki-laki itu tersenyum lagi dibalik rambutku sambil menganyunkan guntingnya.
"Saya bertahun-tahun jadi tukang salon. Kalo nyari uang sih saya bisa, kerja di tempat yang lebih dari tempat ini, maaf ya mbak. Tapi dari sini saya bisa belajar." Sahabatku disebelah tersenyum dibalik blackberry-nya. Aku masih tidak mengerti.
"Buat saya, jadi tukang salon ga hanya benakin rambut, ga kaya di tipi-tipi cowoknya mlengse semua. Tapi dari sini mbak.." Laki-laki itu menunjukkan matanya.
"Jangan kaget. Tapi saya bisa melihat orang dari matanya. Dari cara dia melihat dirinya dicermin waktu saya sedang motong rambutnya. Saya bisa tahu dia sudah beban masalah apa aja, saya bisa tahu dia orang-orang biasa ato orang-orang yang ga biasa. Saya bisa lihat garis wajahnya waktu diam, saya bisa tahu bagaimana orang itu sudah sejauh mana mengendalikan dirinya dengan masalahnya." Aku diam.
"Ga kaya ini nih, saya bisa tahu dia banyak masalah. Kalo dibandingin mbak, ga ada apa-apanya." Katanya sambil nunjuk sahabatku yang disebelah disebelah.
Ya, aku tahu sahabatkuku ini. Bahkan mungkin lebih tahu daripada laki-laki ini. Tapi dari teorinya, dari cara berpikirnya, aku tahu kami sama. Dia, aku, dan temanku. Kami punya cara yang berbeda untuk jadi beda. Dan aku hanya tersenyum. Ini pertama kalinya aku merasa pulang setelah perginya sahabatku. Sahabat terdekatku. Sahabatku yang tahu seluk-beluk ku dari nol hingga saat ini.
Dari kisah ini, aku mendapat pelajaran seperti kutipan dari C.S Lewis(1898-1963). Penulis buku petualangan-fiksi Chronicles of Narnia. "We meet no ordinary people in our lives." (;Kita tidak bertemu dengan orang sama dalam kehidupan kita)
Untuk sahabatku ini. Mungkin bagian terakhir ini kupersembahkan untuk dia. Karena bagiku, dia salah satu orang-orang luar biasa dalam daftarku. Sudah lama kami tidak bertemu. Tentu saja, bagaimana tidak. Dan aku selalu berdoa kami bisa tertemu nanti. Mungkin rencana Tuhan untuk tidak mempertemukan kami, karena kami punya mimpi untuk sukses kelak. Dia ingin ke Jepang. Dan aku selalu ingin bisa ke Inggris. Kami punya mimpi dan cita-cita yang beda. Dan dia mengingatkanku semua saat itu, dia buatku ingin mengerjarnya lagi. Seperti kata Andrea Hirata, "Di sekitar kita ada kawan yang selalu hadir sebagai Pahlawan." Dan kini aku mengerti maksudnya. Aku tidak tahu sudah sejauh mana sahabatku ini mengejar semua mimpinya, tapi aku yakin dia pasti sudah jauh daripada diriku, dan aku tidak iri, aku bahagia, aku selalu berdoa yang terbaik untuknya, untukku, dan untuk mimpi kami.
Malam itu dia berhasil buatku merasa pulang walau aku sudah dirumah dan tanpa aku harus bertemu dengan dia lagi. Semangatnya dalam bidangnya buatku berpikir sudah waktunya aku membuat kisah lagi. Dan hari ini terjadi. Dia adalah orang kedua setelah ayahku yang benar-benar percaya aku bisa menjadi penulis. Dan aku sangat bahagia mendengarnya.
Kami bicara tentang rencana kuliah dan masa depan. Dan bagaimana masa depan rasanya begitu cepat? Rasanya baru kemarin aku pulang sekolah menaiki sepeda kuningku, rasanya baru kemarin aku mengumpulkan tugas membuat Novel dari guru Bahasa Indonesia SMPku, rasanya baru kemarin aku melihat kakak kelasku wisuda, nama, tempat dan tanggal lahir, begitu juga universitas dan jurusannya dibacakan diatas panggung didepan seentaro sekolahan ketika aku baru mendaftar SMA.
Sebentar lagi, aku akan merasakan itu. Kali ini, aku tidak sebagai siswa baru. Aku akan menjadi alumni, atau lebih lepatnya, calon mahasiswa bersama ribuan bahkan ratusan calon di Indonesia. Termasuk sahabatku yang berada di Jakarta. Terima kasih.
"It matters not what someone is born, but what they grow to be." -J.K Rowling
"I want to write, but more than that. I want to bring out all kinds of things that lie buried deep in my heart." -Anne Frank
"You can make anything by writing." -C.S Lewis
"Begin at the beginning and go in 'till you come to the end; then stop." -Lewis Carroll
"Life is a long lesson in humanity." -J.M Barrie
"Some of us get dipped in flat, some in satin, some in gloss. But every once in a while, you find someone who's iridescent. And when you do, nothing will ever compare." -Flipped (Movie)
"..and in that moment. I swear, we were Infinite." -Stephen Chbosky
"Why you still writing?" "..because I love it, and I need it.." "How you've liked to be remembered?." "Someone who did the best she could what the talent she had." -J.K Rowling
Tidak ada komentar:
Posting Komentar