Can you feel it?

Senin, 28 November 2011

Aku melangkahkan kaki dengan mantap, aku tau hari ini akan menjadi luar biasa. Tanganku mengepal erat, aku gugub untuk pulang. Ini bukan pertama kalinya aku gugub pulang kerumahku, ya rumahku. Bagaimana mungkin aku gugub kerumahku sendiri? Terlalu banyak kisah didunia ini, ya kan? Aku membuang semua resah dan gelisah, yang aku mau saat ini adalah, aku ingin pulang. Bertemu ayah dan ibuku, saudaraku yang setiap harinya tak pernah kudengar kabarnya. Ibuku selalu bilang, "Mereka sedang bermain.." atau "belum pulang sekolah.." malah parahnya "Mereka sedang sibuk..". Aku tahu itu alasan sempurna untuk tidak bicara denganku, aku tertegun pasrah mengingat hal itu. Ketika kaki ini mulai melangkah kaki menuju belokan, gemuruh petir mulai bersuara dari atas, awan mulai gelap dan angin berhembus liar melewati rambutku. Hujan akan turun sebentar lagi, aku senang sekali hujan, air yang menetes-netes dan bau air menyentuh tanah. Aku selalu merindukan suasana ini. Kucoba tersenyum sebentar. Sesekali kulihat anak-anak kecil berlarian melewatiku, mereka pulang memasuki pintu rumah mereka, ibu mereka menunggu dengan setia, ada yang tersenyum ada yang marah dan ada yang langsung memeluk mereka. Keluarga adalah tempat pertama, dan akan menjadi tempat terakhir yang paling tenang didunia. Mataku sedikit membendung, aku rindu ibuku, aku rindu ayahku yang selalu setia memberi kuliah malam ketika kami melihat acara TV tentang pendidikan. Ayahku adalah orang paling genius yang pernah kutemui, dan dia nyata. Bukan seperti J.K Rowling atau Albert Einsten yang aku kenal dari karya-karya mereka, tapi ini nyata, aku melihat sinar matanya ketika dia bicara tentang sesuatu yang luar biasa tentang planet bumi, tentang ciptaan Tuhan. Dan ibuku, dia adalah wanita terbaik, aku tau dibalik setiap marahnya ada sesuatu yang kami sebut "cinta". Jika dibayangkan, seorang ibu tidak akan membiarkan sesuatu melukai anak-anaknya, dan suaminya. Aku ingin seperti dia kelak. Mereka berdua adalah segalanya, aku tidak ada arti apa-apa dimata orang lain, tapi dimata mereka, aku adalah segala-galanya. Titik-titik hujan mulai turun, membasahi jalanan yang kering, bau air bertemu tanah mulai tercium, rambutku mulai basah, baju dan tasku kurasa sudah diujung tanduk, aku benar-benar basah kuyub. Beberapa langkah lagi aku sampai, petir menyambar dengan kerasnya. Aku ingin masuk rumah, diluar dingin sekali. Aku berlari menuju rumahku yang mulai terlihat diujung mata, entah kenapa aku benar-benar bersemangat, sebentar lagi aku aman dari hujan ini, rumahku sudah menungguku. Kubuka pagar dan menaruh tasku yang berat, kuangkat buku-buku jariku dan hampir mengetok pintu ketika sesuatu yang lebih menyengat membakar telingaku. Sesuatu yang lebih parah dari petir yang kudengar diluar. Tangan ini hampir setengah senti lagi menyentuh pintu, kubiarkan diriku mendengar apa yang terjadi didalam.
"...kau tidak tahu apa-apa!!." Ucap seorang lelaki biacar, ayahku.
"Aku kurang apa?!." Bentakan campur isak tangis membalas, ibuku menangis.
"LIHAT AKU!!." Ucap ibuku lagi dalam raungan.
"Dia akan pulang sebentar lagi!." Ucap ayahku.
"Biar dia dengar! Dia tahu! Harus diselesaikan malam ini!..." Ibuku menjawab Sesuatu bagai merobohkan bangunan yang kubangun ketika aku membayangkan bagaimana rasanya pulang, aku masih terpaku. Tidak tahu harus berbuat apa. Aku tersadar, "Dimana adik-adikku?." Aku berjalan menuju jendela. Melihat tanda-tanda mereka disuatu ruangan. Ketika aku melihat jendela yang lampunya dimatikan, aku mengintip sedikit, adik-adikku sedang duduk berdua. Terdiam tak berkata, aku tidak tahu apa yang mereka lakukan, entah menangis, entah menunggu. Air mata ini jatuh seketika, aku ingin membawa mereka keluar. "Tolong Tuhan.. Mereka masih sangat kecil, lakukan sesuatu.." Doaku dalam hati. Aku tidak berharap mereka melihatku, aku mundur dari tempatku. Inilah yang terjadi, aku selalu lupa bagaimana diriku yang sebenarnya. Seseorang pernah berkata padaku, Rumah adalah tempat yang selalu menjadi kunjungan terakhir bagimu, dan itu adalah tempat yang menciptakan suasana hati yang tenang dan akan selalu membuatmu rindu ingin pulang. Aku selalu ingin pulang, tapi tidak dengan kenyataan yang seperti ini. Aku berlari keluar pagar, kutinggalkan tasku tersender di tembok dekat pintu. Aku berlari, membiarkan dadaku, nafasku, isakku bercampur jadi satu. Aku tidak tahu kemana kaki ini melangkah, hujan ini masih berguyur deras membasahi tubuhku, rambutku, wajahku. Air mata dan hujan bercampur jadi satu di wajah ini. Kau tahu bagaimana rasanya menangis dengan keadaan seperti ini? Apakah kau pikir kau tenang dengan hujan ini, dan lega? Tidak bagiku. Aku sakit, benar-benar sakit. Aku butuh mereka yang tahu apa yang terjadi padaku, aku butuh payung yang menutupiku dari jarum-jarum air ini, aku butuh pelukan untuk hangatkan hatiku yang dingin, aku butuh seseorang membisikkan sesuatu yang buatku sadar bahwa aku sedang dalam cobaan. Dan hal paling menyakitkan dalam berharap adalah, kau hanya bisa membayangkannya, dan terjadi tidak terjadinya harapan itu, kau hanya bisa menerima. Tidakkah hidup terlalu sulit? Aku berhenti dari lariku, aku tidak tahu persis dimana aku berada, air hujan ini benar-benar menutup semua yang ada didepannya. Aku terdiam, membayangkan diriku yang bahagia. Menyakitkan sekali membayangkan sesuatu yang berlawanan dengan apa yang terjadi sebenarnya. Aku sadar, apa yang kubayangkan seakan cerminan diriku dari bayangan. Bayangan adalah semu, bohong, pantulan bias yang sempurna. Dan aku melihat diriku yang jauh berbeda dengan diriku yang sebenarnya. Aku benar-benar berantakan, aku tidak tahu harus kutaruh mana lingsutan kekesalahn, emarah, benci, dan takut ini, aku tidak tahu harus kemana lagi kaki ini berlari, aku tidak tahu harus kepada siapa lagi aku bersandar. Orang yang kupercaya telah jauh, jauh dari diriku yang berdiri disini. Aku butuh mereka.. Sangat butuh..

2 komentar:

  1. "tuhan telah menyiapkan jalan yang mesti dilalui masing-masing orang"
    http://paulocoelhoblog.com/e-cards-en/

    BalasHapus

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS