Jawaban

Minggu, 27 November 2016


Dia menarik selendang biru lautnya, dipautkan di pundaknya yang bungkuk dan berkata dengan nada mendramatisir. 


"Tahu tidak? Musuh paling susah di dunia ini siapa?." Kami saling menoleh satu sama lain mencari jawaban, sampai gadis yang duduk paling depan berkata dengan pelan.
"Setan ya pak." Kami semua berdeham kecil, menahan tawa. Guru agama didepan kami memasang tampang meremeh sambil menggeleng jelas.
"Nafsu pak?." Kataku. Beliau terkejut kecil.
"Bedanya sama setan/iblis apa?." Aku diam. Mencari jawaban. Lalu beliau kami tertawa kecil dan melanjutkan.

"Diri kita sendiri."Kami terdiam mendengar jawaban tersebut. Mencoba menalarkan dengan jelas.
"Apa yang kalian sebutkan tadi, itu cuma elemen aja. Kalian yang punya badan, kalian toh yang rasakan? 
Males belajar, males sholat, ngaji, terus apa lagi?.." Kami mendengarkan ucapannya dengan atmosfer ruangan tanpa suara sedikitpun. Beliaunya masih memikirkan kata-kata.
"..malu untuk minta maaf?.. malu untuk berbuat sesuatu?.. takut?.." katanya melanjutkan dengan uraian tanya. 

"Sampai kapanpun musuh manusia itu ya dirinya sendiri. Inget ya.."
"Kan manusia pernah juga salah pak." Kata gadis yang duduk disebelahku.
"Bukan itu kesimpulannya. Kalau kesimpulannya itu, jawabannya sudah tahu, khilaf kan." Kami diam. Suara hujan diluar semakin hilang, aku menoleh sedikit ke kiri melihat keluar jendela. Awan berwarna abu-abu terang. Beberapa menit lagi bel sekolah berbunyi, tapi baru beberapa menit disini aku masih belum mengerti.

"Belajar untuk selalu melihat pada diri sendiri. Manusia memang tidak akan pernah bisa sempurna, tapi jangan selalu lupa untuk kembali pada diri sendiri. Sudah benar kah saya? Sudah berani kah saya hari ini?.. sudah sholat 5 waktu belum saya hari ini?.. hayo.." Beliau menekankan suaranya pada bahasan sholat 5 waktu sambil menunjuk muka kami satu-satu. Kami tertawa malu dengan ucapannya. Hari itu aku tersenyum, satu hal yang kupahami bahwa sampai sejauh manapun kita pergi, label agama akan selalui mengikuti. Dan diumur kami semua saat itu, hal yang paling kami rasakan adalah bagaimana kami bisa mentoleransi menjaga agama kami; dalam arti sholat kami, dengan baik. Itu alasan tawa malu mewarnai wajah berkerudung putih kami ketika beliau memberi nasehat sore itu. 


Malam ini secara tiba-tiba aku mengingat kejadian 10 tahun lalu. Bagaimana untaian tulisan sejak 2010 yang hingga malam ini aku tulis, sudah sejauh ini rupanya aku melewati banyak kejadian-kejadian, bertemu banyak orang, dekat dan menyukai seseorang, pelajaran, dan mimpi-mimpi yang secara tidak langsung aku tulis dalam cerita-cerita yang kuciptakan. Tapi tidak sekalipun aku membahas, apakah selama ini aku sudah benar? 
Mungkin 10 tahun lalu beliau menekankan mengenai agama karena pada umur tersebut, itu adalah masalah yang dihadapi anak-anak pada umumnya. Tapi diumur yang sekarang, apakah masih itu masalah yang dilalui?

Benar dan tidak benarnya sesuatu yang sudah dilalui dan yang akan dilalui, itu kembali lagi pada diri sendiri. Dan saat ini, permasalahan yang dilalui adalah.. yang sejujurnya membuatku menulis malam ini.. adalah ketakutanku sendiri. Cukup dengan motivasi, cukup dengan kata-kata bijak orang sana sini, semua akan kembali pada diri. Menjadi berani itu bukan hal yang susah, menjadi berani juga bukan soal berani bicara langsung atau berani mengambil keputusan. Tapi berani untuk menyelesaikan sesuatu dan melanjutkan sesuatu yang baru. Hidup akan terus berputar, kau akan terus bertemu orang yang baru, dan kau akan terus meninggalkan orang yang lama, atau bisa jadi.. orang tersebut akan terus bertahan dalam hidupmu, tidak ada yang tahu.

Seorang sahabat pernah berkata, 

"Selesaikan dulu satu persatu. Bagaimana kamu bisa jalan terus kalau masalah yang lain kamu tinggal gitu saja? Jadilah orang yang ga lari-lari lagi, atur diri untuk berani maju dengan meninggalkan hal yang sudah selesai. Susah memang, aku juga lagi belajar. Banyak berkaca, banyak menelaah, banyak belajar. Kata-kata jangan menyesal di akhir itu sudah biasa loh, tapi jangan sampai kau meninggalkan sesuatu yang belum selesai." 

Beliau benar, nasehat yang umurnya sudah 10 tahun itu benar, ujarku dalam hati. Nasehat yang awalnya kupahami hanya dalam kasus sholat 5 waktu saja itu benar. Semua akan kembali pada diri sendiri, setidaknya malam ini aku memutuskan untuk tidak lari. Suatu malam lalu ketika aku berani bicara sembari menangis didepannya, aku merasa hal yang kulakukan itu benar, malam itu juga aku memutuskan bahwa menjadi pemberani itu bukan hal yang mudah. Bukan soal berani wawancara didepan orang penting, bukan soal berani menyapa seseorang yang kau sukai lebih dulu, bukan soal berani mengakui kesalahan yang sebenarnya bukan salahmu tapi kau lakukan demi bisa berdamai.

Tapi berani mengakui dan menerima bahwa kau juga punya peran untuk menyelesaikannya, dan dengan memperbaikinya, kau akan menjadi lebih baik menjalani hal setelahnya.

.. setidaknya selesaikanlah untuk dirimu sendiri. Karena kau hidup dan, karena itu hanya sekali.



"Rahasia ada pada saat sekarang ini. Kalau kau menaruh perhatian pada saat sekarang, kau bisa memperbaikinya. Dan kalau kau memperbaiki saat sekarang ini, apa yang akan datang juga akan lebih baik." —Paulo Coelho (The Alchemist)


Nov 27, 2016 (Aufa Andiani Aziz)
 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS