Sesuatu berdebat dalam kepalaku. Bagaimana orang yang baru datang dalam hidup kita dan dengan cepat sangat berarti sekali? Bagaimana dengan masa lalunya yang tidak pernah kita ketahui bisa membuat kita terdiam dan merasa tidak bernilai apa-apa? Bagaimana kita bisa berpikir bahwa dia hanya datang untuk mengucap salam lalu tiba-tiba bisa pergi begitu saja?
Sore itu aku terduduk sendiri di suatu kursi kayu dekat taman kota yang sunyi. Hanya beberapa orang berada ditempat itu. Dengan ditemani buku catatan dan segelas minuman cola, aku membiarkan diriku menikmati suasana ini. Terkadang aku merindukan seseorang yang setiap saat bisa duduk disebelahku menemaniku bicara dan membiarkan tanganku menulis lancar dibukuku. Sahabat lama yang tidak akan pernah bisa digantikan siapapun, gambaran orang luar biasa dalam hidupku. Dulu kami selalu bersama, menghabiskan waktu berdua, bercerita, bertukar pikiran, bercerita tentang mimpi, dan masa depan. Tapi tentu saja, seperti yang kukatakan, "mengucap salam lalu tiba-tiba bisa pergi begitu saja."
Banyak orang yang pernah singgah dalam hidup kita, membekaskan cerita dan kenangan yang hanya bisa diingat, dan tidak akan terulang lagi. Mereka meninggalkan jejak kata dan kisah yang bisa dijadikan pegangan dan ikatan kuat sebagai tanda kita pernah mengenal mereka.
Aku mengingat percakapan kami suatu saat ketika aku sedang mengambil gambar melalui kameraku dan dia sedang sibuk dengan ponselnya.
"To? Menurutmu kenapa orang bisa berubah?." Kataku tiba-tiba. Penasaran aku menolehkan wajahku padanya. Dia menatapku lalu mengangkat bahunya. Aku kecewa dengan jawabannya, Lalu aku memutuskan duduk di rumput dekat sawah berair dan melihat hasil potretku.
"Kenapa tanya begitu?." Katanya menghampiriku dan duduk disebelahku.
"Entahlah. Ayahku contohnya." Kataku terbuka. Kami terdiam sesaat.
"Kita ibarat air tenang ini.." Tangannya menyentuh lembut permukaan air sawah yang menyebabkan riak air kecil.
"Kita tenang, kita diam. Tapi ketika hujan datang, atau arus, atau ombak, atau apapun itu, kita akan bergerak, kita mengikuti arah manapun yang membawa kita ke tempat yang baru, suasana baru." Aku memperhatikan jarinya yang masih memainkan permukaan air.
"Suasana membuat kita berubah, begitu?." Kataku. Dia terdiam diam, berpikir.
"Bukan suasana, tapi memang sudah seharusnya kita berubah. Tentang jelek dan buruknya, itu tergantung diri masing-masing." Katanya tenang. Aku terdiam.
"Kita tidak tahu apa yang terjadi besok. Tapi kita tahu apa yang sudah terjadi. Dan yasudah, biarkan yang sudah terjadi." Katanya lembut.
"Menurutmu.. wajar kan kita merasa rendah dari orang lain?." Dia tertawa lalu berdiri dari duduknya.
"Kamu terlalu takut jadi diri sendiri.." Katanya sembari tertawa renyah dan meninggalkanku duduk sendiri.
Dia benar. Setiap orang berubah, hidupnya, pilihannya. Dan aku memang selalu takut jadi diri sendiri. Membayangkan diriku berdiri diantara orang banyak dan orang-orang itu adalah orang luar biasa, sedangkan aku bukan apa-apa. Kenapa seseorang mencintai seseorang yang bukan apa-apa? Kenapa hati dengan mudah berubah dari mecintai seseorang yang hebat lalu tiba-tiba pada seseorang yang biasa saja?
Sore itu aku hanya duduk dan meneguk colaku lalu menutuskan menulis sebuah nama dengan rapi dibuku catatanku. Nama yang entah kapan akan selalu ada disini, dihatiku. Aku tidak tahu harus berapa pertanyaan lagi yang muncul ketika aku harus memikirkan sosok dari nama itu. Dan aku berharap nama ini akan selalu ada, selamanya. Tapi membayangkan bagaimana kisah dibalik nama ini adalah ketakutanku, membayangkan kenapa nama ini tiba-tiba datang di hidupku, dan entah Tuhan akan membiarkan nama itu pergi begitu saja. Aku sudah cukup meneteskan air mata. Tuhan tahu bagaimana rasa ini padanya, cinta yang dengan enggan takut kurasakan lagi pada orang lain.
Dan ya, tidak ada yang tahu apa yang terjadi besok. Tapi aku ingin kau untuk hari ini, dan kau untuk besok. Mungkin orang hanya datang dan pergi, memberi lalu meminta, tersenyum lalu menangis. Tapi aku tidak akan menyerah untukmu, entah sampai kapan.